![]() |
Suran di Ponpes API Tegalrejo, Magelang |
Mertoyudan, di saat lain tampil juga di pembukaan gedung Salihara yang mengundang tokoh-tokoh seniman dan budayawan. Secara rutin tiap momen tahun baru, misalnya sudah jadi keharusan mereka pentas di Amanjiwo Resort, Borobudur. Beberapa event tingkat Internasional yang pernah diikuti :
![]() |
Borobudur International Festival, Borobudur 2009 |
- Pentas Kesenian Gelung Gunung pada Solo International Ethnic Music Festival (SIEM) pada tahun 2008 di Benteng Vastenburg pesertanya seperti Amerika Latin, Afrika, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Barat, Asia Tenggara dan Timur Tengah.
![]() |
Solo International Performing Art, Solo 2010 |
- Solo International Performing Art (SIPA) 2009 di dalam acara ini Komunitas Lima Gunung mengikutinya dua kali yang pertama Komunitas Atas Bumi Bawah Langit (ABBAL), Muntilan. Negara peserta SIPA Indonesia, Korea Selatan, Taiwan, Philipina, Denmark, Singapura, Jepang, dan Venezuela dan untuk yang kedua Solo International Performing Art (SIPA) 2010 Komunitas Wargo Budoyo, Magelang peserta dari luar negeri melibatkan 7 negara yaitu Austria, Malaysia, Jerman, Timor leste, Mexico, India dan Jepang.
![]() |
Festival Penyair Internasional Indoesia (FPPI), Gejayan, Merbabu 2012 |
Beberapa event Sastra seperti Festival Penyair Internasional Indoesia (FPPI) 2012, Borobudur Writers and Cultural Festival Internasional Indonesia, Komunitas Lima Gunung bukan sekedar kumpulan seniman yang bergumul dengan seni tradisional mereka boleh jadi berangkat dari bentuk yang pakem, namun berkat kecerdasan mereka maka berbagai pengembangan dilakukan bersamaan dengan keharusan merespon momentum. Dan mereka tidak sekedar merespon, tetapi kultur bebrayan mereka yang cenderung dekat dengan olah pikir yang sederhana namun 'Jero" (dalam) memungkinkan mereka dengan cepat mampu membangun wacana makna yang terkadang mengejutkan dalam ekspresi kesenian mereka, tak heran komunitas ini mampu menembus berbagi kalangan dari penonton awam sampai penonton level tinggi. para seniman mampu berbaur dengan kalangan apapun, dan mereka tak grogi untuk menyapaikan pertanyaan maupun pertanyaan cerdas.
Kultur bebrayan model masyarakat desa pegunungan dan kesadaran untuk menjalani laku bergaul yang terus menerus didesak pertumbuhan gaya hidup terasa menciptakan atsmofer berkehidupan budaya yang hangat, dengan prinsip "luru Kabahagyan" (mencari kebahagiaan).
Bebrayan merupakan sebuah atmosfer pergaulan yang mengandung filosofi yang dalam tentang persaudaraan. Inilah yang tidak sekedar di bentuk di komunitas ini, melainkan sudah ada ketika niat bebrayan itu masih dalam angan-angan. Seni kadang menjadi tidak terlalu "penting" ketika kebutuhan untuk beberayan itu menggerakan hasrat untuk saling bertemu dan berkumpul. Namun ketika respon terhadap tanggapan-tanggapan memainkan kesenian itu tiba waktunya, secara bawah sadar "manajemen universal" tetap berlaku, dan tidak menjadi sistem yang berlaku ketat. Sebab yang terjelas adalah bahwa laku berkesenian itu di depan publik menjadi suatu keharusan yang harus di pertanggungjawabkan.
Boleh jadi, inilah model komunitas kesenian masyarakat pedesaan yang beraroma modern dalam arti lentur oleh pergerakan jaman dan mampu mencari tempat yang tepat ditengah arus kebudayaan global. Jangan-jangan, ini satu-satunya di Indonesia.

![]() |
Nanyang Technological University (NTU), Singapore. College of Humanities, Arts, & Social Sciences. School of Art, Design and Media |
![]() |
Mike Burns (Australia) mempertunjukan keahliannya bermain gamelan dan gitar di Studio Mendut Foto: Kompas/Regina Rukmorini |
salam hangat dari kami ijin informasinya gan, dari kami pengrajin jaket kulit
BalasHapus